tag:blogger.com,1999:blog-26294368740226515662024-03-19T06:03:44.490-07:00masuklah kedalam islam secara sempurnaDakwahsemuslimhttp://www.blogger.com/profile/11929488563226000309noreply@blogger.comBlogger2125tag:blogger.com,1999:blog-2629436874022651566.post-44991513998971643582013-04-08T22:22:00.001-07:002013-04-08T22:22:13.025-07:00Menjaharkan Dzikir Sesudah Shalat Fardhu Adalah Sunnah<br />
<br />
<div style="background-color: #f8faf1; font-family: Arial, Helvetica, 'Sans Serif'; font-size: 11px; line-height: 22px; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><span style="font-family: 'trebuchet ms', geneva;">B</span></span><img alt="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhGvLov8_T54_EgV9xheL1sZl2hrUyiscb5lIZfVzHVHewUBEvcelzAWyxKEMob9_KXtzOwzLldgYyoeYxhbdAtdJnYFmOzPh97nCWGqW2nFl_IaHe574afUtGwo_iKTvb9B0m2whFwKJA/s1600/dzikir.jpg" border="0" height="218" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhGvLov8_T54_EgV9xheL1sZl2hrUyiscb5lIZfVzHVHewUBEvcelzAWyxKEMob9_KXtzOwzLldgYyoeYxhbdAtdJnYFmOzPh97nCWGqW2nFl_IaHe574afUtGwo_iKTvb9B0m2whFwKJA/s1600/dzikir.jpg" style="border: 0px; float: left; margin: 5px 5px 0px 0px; outline: none;" width="302" /><span style="font-size: small;"><span style="font-family: 'trebuchet ms', geneva;">erdzikir sesudah shalat merupakan sunnah yang sudah diamalkan dan dicontohkan oleh Nabi <em>shallallahu 'alaihi wasallam</em>. Hendaknya kita mengikuti beliau dalam amal ini dan mencontoh bagaimana beliau melaksanakannya.</span></span></div><div style="background-color: #f8faf1; font-family: Arial, Helvetica, 'Sans Serif'; font-size: 11px; line-height: 22px; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><span style="font-family: 'trebuchet ms', geneva;">Sebagian saudara kita (kaum muslimin) ada yang memandang bahwa dzikir sesudah shalat harus lirih, tidak boleh mengeraskannya karena bisa mengganggu orang di sekitarnya yang juga berdzikir atau mengganggu mereka yang sedang menyelesaikan shalatnya. Sehingga ketika ada ikhwan yang mengeraskan suara dzikir diingkari dan dianggap bid’ah. Bagaimana tatacara dzikir sesudah shalat yang sesuai sunnah? Apakah disunnahkan mengeraskannya atau melirihkannya?</span></span></div><div style="background-color: #f8faf1; font-family: Arial, Helvetica, 'Sans Serif'; font-size: 11px; line-height: 22px; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><span style="font-family: 'trebuchet ms', geneva;">Dzikir setelah shalat merupakan ibadah yang sangat disunnahkan dan salah satu kebiasaan Rasulullah <em>shallallahu 'alaihi wasallam. </em>Beliau juga melakukannya dengan suara keras. Dalam sahih Bukhari dan Muslim disebutkan pada Bab Dzikir setelah shalat, dari Ibnu Abbas <em>radhiyallahu 'anhuma, </em>beliau berkata</span></span></div><div style="background-color: #f8faf1; font-family: Arial, Helvetica, 'Sans Serif'; font-size: 11px; line-height: 22px; text-align: right;"><span style="font-size: large;"><span style="font-family: 'trebuchet ms', geneva;">أَنَّ رَفْعَ الصَّوْتِ بِالذِّكْرِ حِينَ يَنْصَرِفُ النَّاسُ مِنْ الْمَكْتُوبَةِ كَانَ عَلَى عَهْدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ كُنْتُ أَعْلَمُ إِذَا انْصَرَفُوا بِذَلِكَ إِذَا سَمِعْتُهُ</span></span></div><div style="background-color: #f8faf1; font-family: Arial, Helvetica, 'Sans Serif'; font-size: 11px; line-height: 22px; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><span style="font-family: 'trebuchet ms', geneva;">“<span style="color: blue;"><em>Sesungguhnya mengeraskan suara dzikir ketika orang-orang usai melaksanakan shalat wajib merupakan kebiasaan yang berlaku pada zaman Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam.” Ibnu Abbas menambahkan, ‘Aku mengetahui mereka selesai shalat dengan itu, apabila aku mendengarnya.</em></span>”</span></span></div><div style="background-color: #f8faf1; font-family: Arial, Helvetica, 'Sans Serif'; font-size: 11px; line-height: 22px; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><span style="font-family: 'trebuchet ms', geneva;">Masih dari Ibnu Abbas <em>radhiyallahu 'anhuma</em>, ia berkata:</span></span></div><div style="background-color: #f8faf1; font-family: Arial, Helvetica, 'Sans Serif'; font-size: 11px; line-height: 22px; text-align: center;"><span style="font-size: small;"><span style="font-family: 'trebuchet ms', geneva;"><strong></strong><span style="font-size: large;">كُنْتُ أَعْرِفُ انْقِضَاءَ صَلَاةِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالتَّكْبِيرِ</span></span></span></div><div style="background-color: #f8faf1; font-family: Arial, Helvetica, 'Sans Serif'; font-size: 11px; line-height: 22px; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><span style="font-family: 'trebuchet ms', geneva;">“<span style="color: green;"><strong><em>Aku megetahui selesainya shalat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dengan takbir.</em></strong></span>” (HR. al-Bukhari)</span></span></div><div style="background-color: #f8faf1; font-family: Arial, Helvetica, 'Sans Serif'; font-size: 11px; line-height: 22px; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><span style="font-family: 'trebuchet ms', geneva;">Hadits-hadits di atas merupakan dalil tentang sunnahnya menjaharkan (mengeraskan) suara dzikir sesudah shalat. Dan ini menjadi bantahan bagi mereka yang mengingkari dan melarangnya.</span></span></div><div style="background-color: #f8faf1; font-family: Arial, Helvetica, 'Sans Serif'; font-size: 11px; line-height: 22px; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><span style="font-family: 'trebuchet ms', geneva;">Ibnu Huzaiman memasukkan hadits di atas daam kitab Shahih-nya, dan memberinya judul, <strong><em>Bab: Raf’u al-Shaut bi al-Takbiir wa al-Dzikr ‘inda Inqidha’ al-Shalah</em></strong> (Bab: meninggikan (mengeraskan) suara takbir dan dzikir ketika selesai shalat (wajib).. hal ini menunjukkan bahwa beliau memahami bolehnya mengeraskan takbir dan dzikir sesudah shalat.</span></span></div><div style="background-color: #f8faf1; font-family: Arial, Helvetica, 'Sans Serif'; font-size: 11px; line-height: 22px; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><span style="font-family: 'trebuchet ms', geneva;">Ibnu Daqiq al-‘Id,<strong> </strong>juga menyatakan hal yang sama, “<span style="color: blue;">Dalam hadits ini, terdapat dalil bolehnya mengeraskan dzikir setelah shalat, dan takbir secara khusus termasuk dalam kategori dzikir.</span>" (Ihkamul Ahkam Syarah Umdatul Ahkam)</span></span></div><div style="background-color: #f8faf1; font-family: Arial, Helvetica, 'Sans Serif'; font-size: 11px; line-height: 22px; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><span style="font-family: 'trebuchet ms', geneva;">Imam al-Nawawi dalam <em>Syarah Shahih Muslim</em> mengatakan, bahwa <span style="color: blue;">hadits ini adalah dalil bagi pendapat sebagian ulama salaf bahwa disunnahkan mengeraskan suara takbir dan dzikir sesudah shalat wajib. Dan di antara ulama muta’akhirin yang menyunahkannya adalah Ibnu Hazm al-Zahiri.</span></span></span></div><div style="background-color: #f8faf1; font-family: Arial, Helvetica, 'Sans Serif'; font-size: 11px; line-height: 22px; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><span style="font-family: 'trebuchet ms', geneva;">Sedangkan Imam al-Syafi’i <em>rahimahullaah</em>, memaknai hadits di atas dengan mengatakan, bahwa <span style="color: blue;">beliau <em>shallallahu 'alaihi wasallam </em>mengeraskan (dzikir sesudah shalat) hanya dalam waktu sementara saja untuk mengajari mereka tentang sifat dzikir, bukan mengeraskan terus menerus. Imam Syafi’i berpendapat agar imam dan makmum melirihkan dzikir kepada Allah Ta’ala sesudah shalat, kecuali kalau imam ingin agar makmum belajar darinya, maka dia mengeraskan dzikirnya sehingga ia melihat makmum telah belajar darinya, lalu melirihkannya. Dan beliau memaknai hadits tersebut dengan ini.</span> (Lihat Syarah Shahih Muslim lin Nawawi).</span></span></div><div style="background-color: #f8faf1; font-family: Arial, Helvetica, 'Sans Serif'; font-size: 11px; line-height: 22px;"><span style="font-size: small;"><span style="font-family: 'trebuchet ms', geneva;">Berikut ini kami sertakan fatwa-fatwa para ulama tentang dzikir sesudah shalat:</span></span></div><div style="background-color: #f8faf1; font-family: Arial, Helvetica, 'Sans Serif'; font-size: 11px; line-height: 22px; text-align: justify;"><span style="background-color: #ffff99;"><span style="font-size: small;"><span style="font-family: 'trebuchet ms', geneva;"><strong>1. Fatwa Syaikh Utsaimin <em>rahimahullaah</em></strong></span></span></span></div><div style="background-color: #f8faf1; font-family: Arial, Helvetica, 'Sans Serif'; font-size: 11px; line-height: 22px; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><span style="font-family: 'trebuchet ms', geneva;">Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin pernah ditanya tentang hukum menjaharkan dzikir sesudah shalat lima waktu dan bagaimana cara pelaksanaannya?</span></span></div><div style="background-color: #f8faf1; font-family: Arial, Helvetica, 'Sans Serif'; font-size: 11px; line-height: 22px; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><span style="font-family: 'trebuchet ms', geneva;">Beliau menjawab: Bahwa sesungguhnya menjaharkan dzikir sesudah shalat fardhu adalah sunnah. Hadits yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dari hadits Abdullah bin Abbas <em>radhiyallahu 'anhu</em> menunjukkan sunnah tersebut, bahwa mengeraskan suara dzikir ketika orang-orang selesai melaksanakan shalat fardhu telah ada pada masa Nabi <em>shallallahu 'alaihi wasallam</em>. Beliau <em>radhiyallahu 'anhu</em>berkata,</span></span></div><div style="background-color: #f8faf1; font-family: Arial, Helvetica, 'Sans Serif'; font-size: 11px; line-height: 22px; text-align: center;"><span style="font-size: large;"><span style="font-family: 'trebuchet ms', geneva;">كُنْتُ أَعْلَمُ إِذَا انْصَرَفُوا بِذَلِكَ إِذَا سَمِعْتُهُ</span></span></div><div style="background-color: #f8faf1; font-family: Arial, Helvetica, 'Sans Serif'; font-size: 11px; line-height: 22px; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><span style="font-family: 'trebuchet ms', geneva;">“<span style="color: green;"><strong><em>Dan aku tahu apabila mereka telah selesai dari shalat dengan itu, (yaitu) apabila aku mendengarnya.</em></strong></span>” (Hadits ini juga diriwayatkan Imam Ahmad dan Abu Dawud. Hadits ini adalah salah satu dari hadits-hadits dalam <em>al-‘Umdah</em>).</span></span></div><div style="background-color: #f8faf1; font-family: Arial, Helvetica, 'Sans Serif'; font-size: 11px; line-height: 22px; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><span style="font-family: 'trebuchet ms', geneva;">Dalam Shahihain, dari hadits al-Mughirah bin Syu’bah <em>radhiyallahu 'anhu</em> berkata, Aku mendengar Nabi <em>shallallahu 'alaihi wasallam</em> membaca apabila telah selesai shalat:</span></span></div><div style="background-color: #f8faf1; font-family: Arial, Helvetica, 'Sans Serif'; font-size: 11px; line-height: 22px; text-align: center;"><span style="font-size: large;"><span style="font-family: 'trebuchet ms', geneva;">لَا إِلَهَ إلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ</span></span></div><div style="background-color: #f8faf1; font-family: Arial, Helvetica, 'Sans Serif'; font-size: 11px; line-height: 22px; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><span style="font-family: 'trebuchet ms', geneva;">“<strong><span style="color: green;"><em>Tidak ada tuhan yang hak kecuali Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya.” Al-hadits. Dia tidak akan mendengar dzikir ini kecuali jika orang yang berdzikir mengeraskannya</em></span></strong>.</span></span></div><div style="background-color: #f8faf1; font-family: Arial, Helvetica, 'Sans Serif'; font-size: 11px; line-height: 22px; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><span style="font-family: 'trebuchet ms', geneva;">Ibnu Taimiyah, para ulama salaf dan khalaf memilih menjaharkan dzikir sesudah shalat berdasarkan hadits Ibnu Abbas dan al-Mughirah <em>radhiyallahu 'anhum</em>. Dan mengeraskan bacaan dzikir sesudah shalat disyariatkan baik saat membaca tahlil, tasbih, takbir, ataupun tahmid berdasarkan keumuman hadits Ibnu Abbas. Tidak didapatkan keterangan dari Nabi <em>shallallahu 'alaihi wasallam</em> yang membedakan antara tahlil dan selainnya. Bahkan di dalam hadits Ibnu Abbas, mereka mengetahui selesainya shalat Nabi <em>shallallahu 'alaihi wasallam</em> dengan takbir. Dengan ini terbantahkan pendapat orang bahwa tidak boleh jahar (keras) dalam membaca tasbih, tahmid, dan takbir.</span></span></div><blockquote style="background-attachment: scroll; background-color: #cccccc; background-image: none; background-position: 0px 0px; background-repeat: repeat repeat; border-bottom-left-radius: 10px; border-bottom-right-radius: 0px; border-left-color: rgb(143, 143, 143); border-left-style: solid; border-left-width: 10px; border-top-left-radius: 0px; border-top-right-radius: 10px; color: #544c4a; font-family: Georgia; font-size: 12pt; font-style: italic; line-height: 1.2em; margin: 10px !important; padding: 10px !important; text-shadow: rgb(255, 255, 255) 1px 1px 1px; width: 351.59375px;"> <div style="display: inline; text-align: justify;"><span style="color: black;"><span style="font-size: small;"><span style="font-family: 'trebuchet ms', geneva;">Ibnu Taimiyah, para ulama salaf dan khalaf memilih menjaharkan dzikir sesudah shalat berdasarkan hadits Ibnu Abbas dan al-Mughirah <em>radhiyallahu 'anhum</em>. </span></span></span></div><div style="display: inline; text-align: justify;"><span style="color: black;"><span style="font-size: small;"><span style="font-family: 'trebuchet ms', geneva;">Dan mengeraskan bacaan dzikir sesudah shalat disyariatkan baik saat membaca tahlil, tasbih, takbir, ataupun tahmid berdasarkan keumuman hadits Ibnu Abbas.</span></span></span></div></blockquote><div style="background-color: #f8faf1; font-family: Arial, Helvetica, 'Sans Serif'; font-size: 11px; line-height: 22px; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><span style="font-family: 'trebuchet ms', geneva;">Adapun orang yang berkata bahwa menjaharkan bacaan dzikir sesudah shalat adalah bid’ah, sungguh dia telah salah. Bagaimana sesuatu yang biasa dilaksanakan pada zaman Nabi <em>shallallahu 'alaihi wasallam </em>disebut bid’ah?!</span></span></div><div style="background-color: #f8faf1; font-family: Arial, Helvetica, 'Sans Serif'; font-size: 11px; line-height: 22px; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><span style="font-family: 'trebuchet ms', geneva;">Syaikh Sulaiman bin Sahman <em>rahimahullaah</em> berkata, “Hal itu ditetapkan dari Nabi<em>shallallahu 'alaihi wasallam</em>, dari perbuatan dan taqrirnya. Para sahabat melaksanakan hal itu pada masa Nabi <em>shallallahu 'alaihi wasallam</em> setelah beliau mengajarkannya kepada mereka. Beliau menyetujui mereka atas hal itu sehingga mereka mengetahuinya dengan pengajaran Rasul <em>shallallahu 'alaihi wasallam</em>kepada mereka. Mereka melaksanakan dan beliau menyetujui mereka di atas perbuatan tersebut setelah mengetahuinya, beliau tidak mencela mereka.”</span></span></div><div style="background-color: #f8faf1; font-family: Arial, Helvetica, 'Sans Serif'; font-size: 11px; line-height: 22px; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><span style="font-family: 'trebuchet ms', geneva;">Adapun alasan mengingkari dzikir jahar dengan firman Allah Ta’ala,</span></span></div><div style="background-color: #f8faf1; font-family: Arial, Helvetica, 'Sans Serif'; font-size: 11px; line-height: 22px; text-align: center;"><span style="font-size: large;"><span style="font-family: 'trebuchet ms', geneva;">وَاذْكُرْ رَبَّكَ فِي نَفْسِكَ تَضَرُّعًا وَخِيفَةً وَدُونَ الْجَهْرِ مِنَ الْقَوْلِ بِالْغُدُوِّ وَالْآَصَالِ</span></span></div><div style="background-color: #f8faf1; font-family: Arial, Helvetica, 'Sans Serif'; font-size: 11px; line-height: 22px; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><span style="font-family: 'trebuchet ms', geneva;">“<strong><em>Dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang,</em></strong>” (QS. Al-A’raf: 205).</span></span></div><div style="background-color: #f8faf1; font-family: Arial, Helvetica, 'Sans Serif'; font-size: 11px; line-height: 22px; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><span style="font-family: 'trebuchet ms', geneva;">Maka kami jawab: Sesungguhnya Dzat yang memerintahkan menyebut nama Rabbnya (dzikir) dalam hati dengan merendahkan diri dan rasa takut adalah yang memerinthakan untuk menjaharkan dzikir sesudah shalat wajib. Apakah orang yang tersebut lebih mengetahui maksud Allah Ta’ala daripada Rasul-Nya? Atau ia meyakini bahwa Rasulullah <em>shallallahu 'alaihi wasallam</em> mengetahui maksud Allah tapi beliau menyelisihinya. Kemudian ayat yang menyebutkan dzikir pada pagi hari dan sore hari bukan dzikir sesudah shalat lima waktu. <span style="color: blue;"><strong>Imam Ibnu katsir<em>rahimahullaah </em>dalam tafsirnya memahami makna jahar (keras) di sini dengan terlalu keras (berteriak-teriak).</strong></span></span></span></div><div style="background-color: #f8faf1; font-family: Arial, Helvetica, 'Sans Serif'; font-size: 11px; line-height: 22px; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><span style="font-family: 'trebuchet ms', geneva;">Adapun yang mengingkari dzikir jahar ini dengan sabda Nabi <em>shallallahu 'alaihi wasallam</em>, “<span style="color: green;"><strong><em>Wahai manusia kasihanilah diri kalian, karena kalian tidaklah berdoa kepada Dzat yang tuli…</em>! (sampai akhir hadits</strong></span>)”.</span></span></div><div style="background-color: #f8faf1; font-family: Arial, Helvetica, 'Sans Serif'; font-size: 11px; line-height: 22px; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><span style="font-family: 'trebuchet ms', geneva;">Maka bisa dijawab dengan mengatakan: <span style="color: blue;">Sesungguhnya orang yang menyabdakan hal itu, dia juga yang dulunya mengeraskan dzikir setelah shalat wajib ini. Itu berarti, tuntunan ini punya tempat sendiri, sedangkan yang itu juga ada tempatnya sendiri. Dan sempurnanya mengikuti sunnah beliau adalah dengan menempatkan semua nash yang ada pada tempatnya masing-masing.</span></span></span></div><div style="background-color: #f8faf1; font-family: Arial, Helvetica, 'Sans Serif'; font-size: 11px; line-height: 22px; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><span style="font-family: 'trebuchet ms', geneva;">Kemudian ungkapan dalam sabdanya, “<strong>Kasihanilah diri kalian,</strong>” menunjukkan bahwa <span style="color: blue;">para sahabat terlalu meninggikan suaranya sehingga menyulitkan dan memberatkan mereka</span>. Karena sebab inilah beliau bersabda, “Kasihanilah diri kalian.” Maksudnya, <span style="color: blue;">berlemahlembutlah terhadap diri kalian dan jangan terlalu membebani diri kalian</span>. Sedangkan menjaharkan dzikir sesudah shalat bukan termasuk kesulitan dan membebani.</span></span></div><div style="background-color: #f8faf1; font-family: Arial, Helvetica, 'Sans Serif'; font-size: 11px; line-height: 22px; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><span style="font-family: 'trebuchet ms', geneva;">Adapun orang yang mengatakan bahwa amalan itu bisa mengganggu orang lain, maka bisa dijawab dengan mengatakan padanya: Jika maksudmu akan mengganggu orang yang tidak biasa dengan hal itu, maka seorang mukmin jika sudah ada kejelasan bahwa hal itu merupakan sunnah, maka hal (gangguan) itu akan hilang (dengan sendirinya). Jika maksudmu akan mengganggu jamaah lain yang masih shalat, maka jika jamaah tidak ada yang masbuq (terlambat) maka mengeraskan suara tersebut tidak akan mengganggu mereka sebagaimana fakta lapangan, karena mereka sama-sama mengeraskan dzikirnya. Jika ada yang masbuq dan sedang menyelasikan shalatnya, jika ia dekat denganmu sehingga bisa mengganggunya, maka jangan keraskan suara dzikir dengan tingkatan suara yang bisa mengganggunya, agar kamu tidak mengganggu shalatnya. Sedang jika ia jauh darimu, maka ia tak akan terganggu oleh suara keras dzikirmu yang keras.</span></span></div><div style="background-color: #f8faf1; font-family: Arial, Helvetica, 'Sans Serif'; font-size: 11px; line-height: 22px; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><span style="font-family: 'trebuchet ms', geneva;">Berdasarkan keterangan yang kami sebutkan, menjadi jelas bahwa mengeraskan dzikir setelah shalat wajib adalah sunnah. Hal itu sama sekali tidak bertentangan dengan nash yang <em>shahih</em> maupun dengan penalaran yang jelas. Saya memohon kepada Allah Ta’ala agar menganugerahkan ilmu yang bermanfaat dan amal shalih kepada kita semua. sesungguhnya Dia itu maha dekat lagi maha mengabulkan doa. (Fatawa wa Rasail Ibni Utaimin, jilid 13)</span></span></div><blockquote style="background-attachment: scroll; background-color: #cccccc; background-image: none; background-position: 0px 0px; background-repeat: repeat repeat; border-bottom-left-radius: 10px; border-bottom-right-radius: 0px; border-left-color: rgb(143, 143, 143); border-left-style: solid; border-left-width: 10px; border-top-left-radius: 0px; border-top-right-radius: 10px; color: #544c4a; font-family: Georgia; font-size: 12pt; font-style: italic; line-height: 1.2em; margin: 10px !important; padding: 10px !important; text-shadow: rgb(255, 255, 255) 1px 1px 1px; width: 351.59375px;"> <div style="display: inline; text-align: justify;"><span style="color: black;"><span style="font-size: small;"><span style="font-family: 'trebuchet ms', geneva;">Adapun orang yang berkata bahwa menjaharkan bacaan dzikir sesudah shalat adalah bid’ah, sungguh dia telah salah. Bagaimana sesuatu yang biasa dilaksanakan pada zaman Nabi <em>shallallahu 'alaihi wasallam </em>disebut bid’ah?! (Syaikh Utsaimin)</span></span></span></div></blockquote><div style="background-color: #f8faf1; font-family: Arial, Helvetica, 'Sans Serif'; font-size: 11px; line-height: 22px; text-align: justify;"><span style="background-color: #ffff99;"><span style="font-size: small;"><span style="font-family: 'trebuchet ms', geneva;"><strong>Fatwa Syaikh Ibnu Bazz</strong></span></span></span></div><div style="background-color: #f8faf1; font-family: Arial, Helvetica, 'Sans Serif'; font-size: 11px; line-height: 22px; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><span style="font-family: 'trebuchet ms', geneva;">Al-‘Allamah Ibnu Bazz pernah ditanya tentang sunnah dzikir sesudah shalat, mana yang sesuai sunnah, mengeraskan dzikir atau melirihkannya?</span></span></div><div style="background-color: #f8faf1; font-family: Arial, Helvetica, 'Sans Serif'; font-size: 11px; line-height: 22px; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><span style="font-family: 'trebuchet ms', geneva;">Beliau menjawab: <strong><span style="color: blue;">Yang sunnah adalah menjaharkan dzikir sesudah shalat lima waktu dan sesudah shalat Jum’at ba’da salam. Hal itu didasarkan hadits dalam Shahihain, dari Ibnu Abbas <em>radhiyallahu 'anhuma </em>bahwa mengeraskan suara dzikir sesudah manusia selesai melaksanakan shalat wajib sudah ada pada zaman Nabi <em>shallallahu 'alaihi wasallam</em>.</span></strong> Ibnu Abbas berkata, “<strong><span style="color: maroon;">Aku mengetahui kalau mereka sudah selesai shalat apabila aku mendengarnya.</span></strong>” (Kumpulan pertanyaan yang ditujukan kepada Syaikh Ibnu Bazz oleh Muhammad al-Syayi’)</span></span></div><div style="background-color: #f8faf1; font-family: Arial, Helvetica, 'Sans Serif'; font-size: 11px; line-height: 22px; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><span style="font-family: 'trebuchet ms', geneva;">Dalam Jawaban lain, beliau berkata: “Telah disebutkan dalam kitab <em>shahihain</em>, dari riwayatnya Ibnu Abbas <em>radhiyallahu 'anhuma</em>, “<span style="color: blue;">Sesungguhnya mengeraskan dzikir saat selesai dari shalat wajib, itu telah ada di masa Rasulullah <em>shallallahu 'alaihi wasallam</em></span>“. Ibnu Abbas juga mengatakan: “<span style="color: blue;">Aku tahu selesainya shalat mereka itu, saat aku mendengar (suara dzikir) itu.</span>”</span></span></div><div style="background-color: #f8faf1; font-family: Arial, Helvetica, 'Sans Serif'; font-size: 11px; line-height: 22px; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><span style="font-family: 'trebuchet ms', geneva;">Hadits shahih ini dan hadits-hadits semakna lainnya yang berasal dari hadits Ibnu Zubair, dan Al-Mughirah bin Syu’bah <em>radhiyallahu 'anhuma </em><em>dan lainnya</em>, semuanya menunjukkan disyariatkannya mengeraskan dzikir ketika orang-orang selesai shalat wajib, yang kira-kira sampai terdengar oleh orang-orang yang berada di pintu-pintu dan di sekitar masjid, sehingga mereka tahu selesainya shalat (jama’ah) dengan (kerasnya suara dzikir) itu.<strong> </strong>(Tapi) bagi orang yang didekatnya ada orang lain yang sedang menyelesaikan shalatnya, maka sebaiknya ia memelankan sedikit suaranya, agar tidak mengganggu mereka, karena adanya dalil-dalil lain yang menerangkan hal itu. Dalam tuntunan mengeraskan dzikir ketika para jamaah selesai shalat wajib ini, ada banyak manfaat, diantaranya:</span></span></div><div style="background-color: #f8faf1; font-family: Arial, Helvetica, 'Sans Serif'; font-size: 11px; line-height: 22px; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><span style="font-family: 'trebuchet ms', geneva;">1. Menampakkan pujian kepada Allah <em>Ta’ala</em> yang telah memberikan mereka kenikmatan bisa menjalankan kewajiban yang agung ini.</span></span></div><div style="background-color: #f8faf1; font-family: Arial, Helvetica, 'Sans Serif'; font-size: 11px; line-height: 22px; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><span style="font-family: 'trebuchet ms', geneva;">2. Dan (Sebagai sarana untuk) mengajari orang yang <em>jahil</em> dan mengingatkan orang yang lupa. Jika saja tidak ada hal itu, tentunya sunnah ini akan jadi samar bagi banyak orang. <em>Wallahu waliyyut taufiq</em>.</span></span></div><blockquote style="background-attachment: scroll; background-color: #cccccc; background-image: none; background-position: 0px 0px; background-repeat: repeat repeat; border-bottom-left-radius: 10px; border-bottom-right-radius: 0px; border-left-color: rgb(143, 143, 143); border-left-style: solid; border-left-width: 10px; border-top-left-radius: 0px; border-top-right-radius: 10px; color: #544c4a; font-family: Georgia; font-size: 12pt; font-style: italic; line-height: 1.2em; margin: 10px !important; padding: 10px !important; text-shadow: rgb(255, 255, 255) 1px 1px 1px; width: 351.59375px;"> <div style="display: inline; text-align: justify;"><span style="color: black;"><span style="font-size: small;"><span style="font-family: 'trebuchet ms', geneva;">Yang sunnah adalah menjaharkan dzikir sesudah shalat lima waktu dan sesudah shalat Jum’at ba’da salam. (Syaikh Ibnu Bazz)</span></span></span></div></blockquote><div style="background-color: #f8faf1; font-family: Arial, Helvetica, 'Sans Serif'; font-size: 11px; line-height: 22px; text-align: justify;"><span style="background-color: #ffff99;"><span style="font-size: small;"><span style="font-family: 'trebuchet ms', geneva;"><strong>Syaikh Shalih al-Fauzan</strong></span></span></span></div><div style="background-color: #f8faf1; font-family: Arial, Helvetica, 'Sans Serif'; font-size: 11px; line-height: 22px; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><span style="font-family: 'trebuchet ms', geneva;">Beliau ditanya tentang menjaharkan doa dan dzikir secara umum, dan sesudah shalat secara khusus? Apakah doa dan dzikir itu dengan keras, lirih, atau di antara keduanya?</span></span></div><div style="background-color: #f8faf1; font-family: Arial, Helvetica, 'Sans Serif'; font-size: 11px; line-height: 22px; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><span style="font-family: 'trebuchet ms', geneva;">Beliau menjawab, “<strong><span style="color: blue;">Doa yang dicontohkan dari Nabi <em>shallallahu 'alaihi wasallam</em> dan yang disyari’atkan, seseorang diberi pilihan antara menjaharkannya atau melirihkannya</span></strong>. Allah Ta’ala berfirman,</span></span></div><div style="background-color: #f8faf1; font-family: Arial, Helvetica, 'Sans Serif'; font-size: 11px; line-height: 22px; text-align: center;"><span style="font-size: large;"><span style="font-family: 'trebuchet ms', geneva;">ادْعُوا رَبَّكُمْ تَضَرُّعًا وَخُفْيَةً</span></span></div><div style="background-color: #f8faf1; font-family: Arial, Helvetica, 'Sans Serif'; font-size: 11px; line-height: 22px; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><span style="font-family: 'trebuchet ms', geneva;">“<em><strong>Berdoalah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut</strong>.</em>” (QS. Al-a’raf: 55) Dan Allah <em>Subhanahu wa Ta'ala</em> mengetahui yang lirih dan tersembunyi. Engkau boleh berdoa dengan keras dan lirih, kecuali apabila menjaharkannya bisa mengganggu orang disekitarmu; yang tidur, shalat, atau yang sedang membaca Al-Qur’an al-Karim, maka engkau harus melirihkan suaramu. Atau apabila kamu takut tumbuh riya’ dan sum’ah dalam dirimu, maka engkau lirihkan suaramu dalam berdoa, karena hal ini lebih bisa menjadikan ikhlas.</span></span></div><div style="background-color: #f8faf1; font-family: Arial, Helvetica, 'Sans Serif'; font-size: 11px; line-height: 22px; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><span style="font-family: 'trebuchet ms', geneva;">Perlu diperhatikan, bahwa mengeraskan di sini bukan dengan suara bersama-sama (koor), sebagaimana yang dilakukan sebagian orang. Setiap orang berdoa untuk dirinya dengan lirih dan keras. Adapun berdoa dengan berjama’ah (bersama-sama), maka termasuk bid’ah.</span></span></div><div style="background-color: #f8faf1; font-family: Arial, Helvetica, 'Sans Serif'; font-size: 11px; line-height: 22px; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><span style="font-family: 'trebuchet ms', geneva;">Sedangkan dzikir sesudah shalat, maka yang sunnah adalah menjaharkannya sesuai dengan hadits-hadits shahih yang menyebutkan bahwa para sahabat menjaharkan dzikir sesudah shalat; tahlil dan ihtighfar sesudah salam sebanyak tiga kali, lalu membaca:</span></span></div><div style="background-color: #f8faf1; font-family: Arial, Helvetica, 'Sans Serif'; font-size: 11px; line-height: 22px; text-align: center;"><span style="font-size: large;"><span style="font-family: 'trebuchet ms', geneva;">اللَّهُمَّ أَنْتَ السَّلَامُ وَمِنْكَ السَّلَامُ تَبَارَكْتَ يَا ذَا الْجَلَالِ وَالْإِكْرَامِ</span></span></div><div style="background-color: #f8faf1; font-family: Arial, Helvetica, 'Sans Serif'; font-size: 11px; line-height: 22px; text-align: center;"><span style="font-size: large;"><span style="font-family: 'trebuchet ms', geneva;">لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ</span></span></div><div style="background-color: #f8faf1; font-family: Arial, Helvetica, 'Sans Serif'; font-size: 11px; line-height: 22px; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><span style="font-family: 'trebuchet ms', geneva;"><span style="color: blue;">sampai akhir dari dzikir-dzikir yang dicontohkan, maka membacanya dengan keras. Tapi dengan sendiri-sendiri, bukan dengan berjamaah (bersama-sama) sebagaimana yang kami sebutkan di awal. Dzikir berjama’ah ini termasuk perkara bid’ah (yang diada-adakan). Setiap orang berdzikir sendiri-sendiri dan mengeraskannya sesudah shalat.”</span> (al-Muntaqa’ min Fatawa al-Fauzan: Juz 3).</span></span></div><blockquote style="background-attachment: scroll; background-color: #cccccc; background-image: none; background-position: 0px 0px; background-repeat: repeat repeat; border-bottom-left-radius: 10px; border-bottom-right-radius: 0px; border-left-color: rgb(143, 143, 143); border-left-style: solid; border-left-width: 10px; border-top-left-radius: 0px; border-top-right-radius: 10px; color: #544c4a; font-family: Georgia; font-size: 12pt; font-style: italic; line-height: 1.2em; margin: 10px !important; padding: 10px !important; text-shadow: rgb(255, 255, 255) 1px 1px 1px; width: 351.59375px;"> <div style="display: inline; text-align: justify;"><span style="color: black;"><span style="font-size: small;"><span style="font-family: 'trebuchet ms', geneva;">Sedangkan dzikir sesudah shalat, maka yang sunnah adalah menjaharkannya sesuai dengan hadits-hadits shahih . . . (Syaikh Shalih Fauzan)</span></span></span></div></blockquote><div style="background-color: #f8faf1; font-family: Arial, Helvetica, 'Sans Serif'; font-size: 11px; line-height: 22px; text-align: justify;"><span style="background-color: #ffff99;"><span style="font-size: small;"><span style="font-family: 'trebuchet ms', geneva;"><strong>Fatwa Lajnah Daimah</strong></span></span></span></div><div style="background-color: #f8faf1; font-family: Arial, Helvetica, 'Sans Serif'; font-size: 11px; line-height: 22px; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><span style="font-family: 'trebuchet ms', geneva;">Disyariatkan untuk mengeraskan dzikir setelah shalat wajib, karena adanya keterangan yang shahih dari hadits Ibnu Abbas <em>radhiyallahu 'anhu,</em> (ia mengatakan): “<span style="color: blue;">Sesungguhnya mengeraskan dzikir saat selesai dari shalat wajib, itu telah ada di masa Rasulullah <em>shallallahu 'alaihi wasallam </em></span>“. Ibnu Abbas juga mengatakan: “<span style="color: blue;">Aku tahu selesainya shalat mereka itu, saat ku dengar (suara dzikir) itu</span>”.</span></span></div><div style="background-color: #f8faf1; font-family: Arial, Helvetica, 'Sans Serif'; font-size: 11px; line-height: 22px; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><span style="font-family: 'trebuchet ms', geneva;">(Mengeraskan dzikir setelah shalat wajib tetap disunnahkan), meski ada orang-orang yang masih menyelesaikan shalatnya, baik mereka itu (menyelesaikan shalatnya secara) sendiri-sendiri atau dengan berjama’ah. Dan hal itu (yakni mengeraskan dzikir) disyariatkan pada semua shalat wajib yang lima waktu.</span></span></div><div style="background-color: #f8faf1; font-family: Arial, Helvetica, 'Sans Serif'; font-size: 11px; line-height: 22px; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><span style="font-family: 'trebuchet ms', geneva;">Adapun mengeraskan doa dan membaca Al-Qur’an secara jama’i (bersama-sama), maka hal ini tidak pernah ada tuntunannya dari Rasul <em>shallallahu 'alaihi wasallam</em>, maupun dari para sahabat beliau. (Oleh karena itu), perbuatan itu termasuk bid’ah.</span></span></div><div style="background-color: #f8faf1; font-family: Arial, Helvetica, 'Sans Serif'; font-size: 11px; line-height: 22px; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><span style="font-family: 'trebuchet ms', geneva;">Adapun jika ia berdoa untuk dirinya sendiri, atau membaca Quran sendiri dengan suara tinggi, maka hal itu tidak mengapa, asal tidak mengganggu orang lain.”</span></span></div><div style="background-color: #f8faf1; font-family: Arial, Helvetica, 'Sans Serif'; font-size: 11px; line-height: 22px; text-align: justify;"><span style="background-color: #ffff99;"><span style="font-size: small;"><span style="font-family: 'trebuchet ms', geneva;"><strong>Penutup</strong></span></span></span></div><div style="background-color: #f8faf1; font-family: Arial, Helvetica, 'Sans Serif'; font-size: 11px; line-height: 22px; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><span style="font-family: 'trebuchet ms', geneva;">Dari hadits dan penjelasan ulama di atas, maka dapat disimpulkan bahwa mengeraskan bacaan dzikir sesudah shalat wajib adalah sunnah. Ini merupakan petunjuk yang dzahir dan sharih dari teks hadits dalam Shahihain. Walaupun ada pendapat sebagian ulama –seperti imam Syafi’i, Imam Nawawi dan Syaikh Al-Albani- yang melarang menjaharkannya dan membawa makna hadits di atas sebagai pengajaran Nabi shallallahu 'alaihi wasallam kepada para sahabatnya, jadi dilaksanakan hanya temporar dan tidak terus menerus. Jika tidak ada tujuan seperti itu maka dianjurkan untuk melirihkannya.</span></span></div><div style="background-color: #f8faf1; font-family: Arial, Helvetica, 'Sans Serif'; font-size: 11px; line-height: 22px; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><span style="font-family: 'trebuchet ms', geneva;">Pendapat yang menganjurkan untuk mengeraskan dzikir sesudah shalat sesuai dengan dzahir hadits. Maka, sebagaimana kaidah Ushul Fiqih bahwa makna dzahir harus lebih didahulukan dan diamalkan sehingga ada dalil kuat lainnya yang me-<em>nasakh</em>-nya, atau men-<em>takhshish</em>-nya atau men-<em>takwil</em>-nya. Dan<strong> </strong>tidak didapatkan adanya dalil kuat yang menerangkan, bahwa dikeraskannya dzikir setelah shalat wajib itu hanya untuk sementara waktu saja.<strong> </strong>Wallahu Ta’ala a’lam.</span></span></div><div style="background-color: #f8faf1; font-family: Arial, Helvetica, 'Sans Serif'; font-size: 11px; line-height: 22px; text-align: justify;"><span style="font-size: x-small;"><span style="text-decoration: underline;"><span style="font-family: 'trebuchet ms', geneva;">PurWD/voa-islam.com</span></span></span></div><div style="background-color: #f8faf1; font-family: Arial, Helvetica, 'Sans Serif'; font-size: 11px; line-height: 22px; text-align: justify;"><span style="font-size: x-small;"><span style="font-family: 'trebuchet ms', geneva;">Oleh Badrul Tamam</span></span><span style="text-decoration: underline;"><span style="font-size: small;"><span style="font-family: 'trebuchet ms', geneva;"><br />
</span></span></span></div><div><span style="font-size: x-small;"><span style="font-family: 'trebuchet ms', geneva;"><br />
</span></span></div>Dakwahsemuslimhttp://www.blogger.com/profile/11929488563226000309noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2629436874022651566.post-27427042474810779792013-04-08T22:21:00.001-07:002013-04-08T22:21:25.013-07:00Menjaharkan Dzikir Sesudah Shalat Fardhu Adalah Sunnah<a href="http://www.fiqhislam.com/index.php?option=com_content&amp%3Bview=article&amp%3Bid=20699%3Amenjaharkan-dzikir-sesudah-shalat-fardhu-adalah-sunnah&amp%3Bcatid=136%3Adzikir&amp%3BItemid=401#.UWOlOoZOsK8.blogger">Menjaharkan Dzikir Sesudah Shalat Fardhu Adalah Sunnah</a>Dakwahsemuslimhttp://www.blogger.com/profile/11929488563226000309noreply@blogger.com0